Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rey, Mengeluhlah Secukupnya, Alasannya Yaitu Itu Menular Dan Merugikan!


Assalamu'alaikum :)

#SundayLifestyle


Zaman sekarang, rasanya hidup bagaikan tanpa batas, bebas bagai nyaris tak bertepi.
Salah satu bentuk kebebasan tersebut adalah, dengan bebas menulis apa saja yang ada di hati dan pikiran kita, selama tidak melanggar UU ITE.

Yup, rasanya hanya UU ITE saja yang membatasi ragam goresan pena kita, baik bagi orang yang memang suka menulis, maupun yang hanya menulis sekadar menyebarkan unek-unek saja.
Baca : Jika Sewa Apartemen Adalah Solusinya
Dalam hal tulisan, selain nyinyirin orang, mengeluh ialah goresan pena yang paling banyak disukai orang, terlebih jikalau bertemu dengan goresan pena pembenaran bahwa "MENGELUH ITU TIDAK SALAH!"

Benarkah Mengeluh Tidak Salah?


Secara umum, mengeluh bekerjsama tidak ada salahnya, toh hanya sekadar mengeluarkan uneg-uneg, sekadar melepas kepenatan hati, terlebih keluhan tersebut hanya sebatas hal-hal yang terjadi pada diri sendiri.

Seperti, seorang ibu yang mengeluh capek, mengeluh uang belanja kurang *eh, hingga keluhan suami gak peka *loh.

Apalagi keluhan tersebut hanya ditulis di status media umum sendiri, selama gak nyinyirin orang, tampaknya sah-sah saja.
Atau dengan kata lain, "wall-wall saya sendiri, goresan pena saya sendiri, hidup saya sendiri, DI MANA SALAHNYA?"

Benarkah demikian?

Awalnya, sayapun merasa itu wajar, bahkan ingin sesekali mengeluh, bahkan dulu sewaktu belum kenal internet marketing, wall sosmed saya dipenuhi oleh banyak sekali keluhan.
Dari keluhan yang ringan dan receh ibarat "Ngantuuuukkkk!!!!"
Hingga keluhan berat, yaitu ngomel-ngomel alasannya suami ngeselin *tutup muka!

Syukurlah, sesudah saya mengenal internet marketing melalui bisnis online, saya jadi tahu betapa mengeluh di sosmed itu merugikan diri sendiri.
Lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya.

Hal yang merugikan diri sendiri ketika mengeluh di media sosial

Apa sih hal yang merugikan diri kita sendiri jikalau menulis keluhan di media umum kita?

1. Gak ada faedahnya, malah mempermalukan diri sendiri.

Rasanya asyik ya sanggup mengeluarkan uneg-uneg di hati melalui sosmed, terlebih semua uneg-uneg tersebut tak ada yang mau menampungnya.
Rasanya, mengeluarkannya ke dunia luas melalui sosmed menciptakan beban di dada sedikit merenggang.

Benarkah?
Baca : Drama Tetangga, Etika Membantu Agar Tidak Kaprikornus Salah
Lalu itukah faedahnya? yakin?

Sesungguhnya, ketika kita menuliskan keluhan, sama aja kita mempermalukan diri sendiri, menyampaikan ke khalayak rekan medsos, betapa kita lagi berada di posisi yang gak asyik.
Lalu, sedihnya, gak ada yang benar-benar peduli selain BENTUK KEPO ORANG LAIN.

Orang kepo, lain goresan pena lain pula di hati.
Di tulisan  sanggup saja mem 'pukpuk' kita melalui komentar, namun dalam dunia faktual di hatinya merasa bersorak, *sigh.

2. Menambah beban hati, dengan komentar meremehkan atau nyinyir.

Lagi kesal, nulis di sosmed.
Nulisnya pun menggebu-gebu.
Eh beberapa menit kemudian, *klontang, notif komentar muncul.
Dan segera dibaca, yang isinya...
Kita diminta sabar, jangan suka ngeluh, pakai dinasehatin bla..bla..bla..

Itu rasanya, pengen ngunyah hape, hahaha.

Orang lagi kesal kan mintanya di pukpuk-in, bukannya malah disalah-salahin.
Tapi gimana caranya coba kita nahan tangan atau jari orang lain dan mendiktenya menulis yang pukpuk saja.

See, bukannya beban berkurang, malah nambah banyak plus nambah musuh hahaha.

3. Membuat sasaran market menjauh bahkan menghilang.

Zaman sekarang, yang namanya media sosial, selain dibentuk punya-punya doang, hampir kebanyakan orang menggunakannya sebagai personal branding biar sesuatu yang ditekuninya jadi laku.

Entah dengan menjadikannya online shop, pebisnis MLM atau bahkan blogger dan semacamnya.

Untuk profesi ibarat itu, tugas sasaran market sangatlah penting.
Bayangkan jikalau sahabat sosmed yang menjadi sasaran market membaca keluhan yang kita tulis di wall, bisa-bisa orang bakalan menjauh dan malas berbisnis dengan kita.

Kalau cuman menjauh sih gak jadi persoalan besar, tapi kalau kabur dengan unfriend atau blokir?
Rugi dong kita.

Mengeluh itu merugikan Orang Lain alasannya menular


Selain merugikan diri sendiri, mengeluh juga sanggup merugikan orang lain, alasannya :

A. Menular dan menciptakan orang jadi ingin mengeluh juga

Lagi duka dan down, tiba-tiba membaca status keluhan orang lain yang senada dengan yang sedang kita rasakan dan alami.
Tiba-tiba saja, kita merasa kalau kita tidak sendiri, kita tidak salah dengan mengeluh, alasannya ada orang lain yang juga mengeluh.
Jadilah mengeluh berjamaah, lol.

Padahal, ibarat yang dibahas di atas, mengeluh hanya menciptakan kita rugi sendiri.

B. Menulari orang lain hingga keadaannya semakin parah

Lagi bete, kemudian baca status keluhan, dan kepo dengan banyak sekali komentar di status tersebut.
Eh, beberapa komentar sibuk menghibur si pengeluh dengan membenarkan hal yang ia lakukan (dengan mengeluh), membenarkan apa yang ia keluhkan.

Tiba-tiba kita merasa, kita tidak salah, yang bikin kita bete yang salah.
Baca : Berhentilah Menantang Allah
Misal yang bikin bete ialah pasangan, tiba-tiba kita merasa bagai mendapat pertolongan orang banyak, yang menyampaikan bahwa kita benar, bahwa pasangan kita salah.
Lalu mulailah kita makin menyalahkan pasangan, bahwa memaksa pasangan ibarat yang dibenarkan orang lain.

Iya gitu ya, kalau sanggup pasangan yang sabar, paling juga membisu aja.
Tapi jangan dicoba jikalau pasangannya gak sabaran.
Bisa-bisa pasangannya makin sebal dan persoalan jadi semakin besar.

Lalu bagaimana seharusnya kita bersikap?


Saya rasa, the most keluhan terbesar dalam hidup ini adalah, ketika kita menjadi seorang ibu.
Pekerjaan ibu yang rasanya tak berujung, terlebih bagi seorang ibu tanpa ART, punya bayi, punya anak yang belum mandiri, tenaga terbatas (((macam si Rey yak, lol))).
Rasanya, mengeluh tiap ketika di sosmed sanggup jadi obat yang pas.

Bukan berarti mengeluh pada suami gak bisa, tapi alasannya tahu banget, mengeluh ke suami juga gak ada solusinya alias kita memang hanya sedang ingin mengeluh, menikmati rasa capek hahaha.

Being a mom, mengeluh itu rasanya sangat manusiawi.

Bahkan, mengeluh kadang membantu ibu untuk tetap waras (((kata sebagian orang sih)))

Benarkah demikian?

Saya rasa TIDAK juga!

Mengeluh, hanya menambah beban di hati.
Mengeluh, hanya menciptakan Allah jauh dari kita.
Mengeluh, menciptakan orang yang kita sayangi lama-lama eneg juga dengan kita.
Dan...sesungguhnya anggapan mengeluh itu ialah melepas beban hati hanyalah semu semata.

Daripada mengeluh, mending kita bersyukur.

Jiaaahh, lezat banget nulisnya, praktekinnya sulit sist!

Iya sih, tapi sanggup kok disiasati.

Kalau saya :
  • Segera googling dengan kata kunci ibarat persoalan kita, misal lagi bete dengan suami alasannya suami tidur mulu, tulis aja di Google "tentang suami yang hobinya tidur", nanti bakalan muncul dongeng orang-orang yang suaminya suka tidur, dengan gitu kita jadi sanggup bersyukur, kalau ternyata bukan kita saja yang mengalami hal tersebut, ada banyak orang yang mengalami dan mereka sanggup legowo terhadap itu.
  • Segera googling dengan kata kunci persoalan yang lebih berat dari kita, misal lagi capek alasannya anaknya lelet kayak keong, tulis aja di Google "tentang orang yang belum dikaruniai anak", bakalan muncul kisah-kisah pandangan gres ihwal usaha orang-orang yang berikhtiar mendapat anak, seketika kita bakalan bersyukur kalau ternyata kita masih jauh lebih beruntung, alasannya sanggup punya anak di ketika yang lain bertahun ikhtiar ihwal itu.
  • Makan es krim ((eh, es krim di makan atau di minum yak? hahaha), makan cokelat, makan buah, makan sayur, pokoknya makan makanan favorit atau minum minuman favorit.
  • Masuk kamar, kunci, nyalakan AC, nyalahkan TV trus bobo, biarin belum dewasa heboh nonton TV dan semacamnya, asal kondusif di dalam kamar hahaha (yang ini jarang sanggup terjadi sih).
  • Menulis, kayak gini, pas weeend, si papi libur, si Rey sanggup ngadep laptop sepuasnya, eh gak sepuasnya juga sih, terus anaknya makan apa sist? hihihi. Minimal sanggup nyelesaiin beberapa goresan pena deadline dan sanggup nulis gaje curhat kayak gini hahaha.
Kalau teman-teman, ngapain saja demi mengatasi keluhan tak berujung?

Semoga ada keuntungannya curhatan gaje di tengah rasa kantuk dan bayi nangis alasannya gak mau ama papinya maunya mami mulu, huhuhu...


Sidoarjo, 14 Oktober 2018

Wassalam

Reyne Raea