5 Gaya Mencar Ilmu Di Banyak Sekali Negara
Sekolah merupakan institusi yang selalu mengundang perdebatan sampai ketika ini. Daripada berdebat dengan kebijakan menteri yang selalu berubah (karena tiap ganti presiden kita ganti menteri dan terkadang kebijakan pun berganti) lebih baik melaksanakan penilaian terhadap diri sendiri. Salah satunya dengan melihat proses berguru di negara lain yang kualitas pendidikannya lebih maju.
Tidak salah bila ketika ini tumbuh banyak sekali sekolah alternatif yang mengatakan metode pendidikan yang lebih manusiawi dan tentunya lebih ramah anak. Karena sejatinya, Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa semoga siswa sanggup membuatkan potensi dirinya tanpa paksaan, baik dari sisi spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, sopan santun mulia serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya dan masyarakat di sekitarnya ibarat yang tercantum pada UU No.20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan.
Sebelum itu, yuk kita lihat bagaimana sistem pendidikan di negara maju lain.
1. Kebahagiaan menerima tempat paling utama bagi siswa Finlandia
Timothy D. Walker, dalam bukunya Teach Like Finland, 33 Simple Strategies for Joyful Classrooms, memberikan beberapa tips dan seni administrasi sederhana wacana pendidikan di Finlandia.
Tim sendiri menulis buku ini menurut pengalamannya selama menjadi guru di SD Finlandia. Kebahagiaan menjadi hal paling utama dalam sistem pendidikan di Finlandia, baik bagi siswa maupun gurunya.
Mereka sangat memperhatikan kesejahteraan baik fisik maupun batin para guru dan siswanya. Tidak jarang di sekolah-sekolah mereka disediakan tempat bermain sekaligus alatnya. Sehingga waktu istirahat benar-benar dimanfaatkan oleh para siswa untuk bermain.
Selain itu, sekolah juga menganjurkan para siswanya untuk bersosialisasi dengan mengikuti kegiatan club di lingkungan tempat tinggalnya. Sangat wajar, alasannya ialah total jam sekolah mereka rata-rata hanya 18 jam per minggu.
2. Amerika menyerahkan kebijakan pada wilayah masing-masing sesuai kebutuhan
Dikutip dari embassyofindonesia.org, kurikulum pembelajaran di Amerika Serikat dipilih oleh school district mengacu pada standar pembelajaran di Negara bab masing-masing.
Jadi, siswa berguru mengenai wilayahnya sendiri dan apa yang harus ia lakukan untuk memajukan tempat tersebut, sesuai dengan kearifan lokal wilayah masing-masing.
Nampaknya pendidikan akan lebih merata bila ini diterapkan di Indonesia ya? Tidak ada lagi penduduk urban yang lebih menentukan perkotaan sebagai tempat mata pencaharian, alasannya ialah intinya mereka yang berguru di luar kota harusnya kembali ke wilayah masing-masing untuk membuatkan potensi yang ada di tempat asalnya.
3. Siswa-siswi Jerman terdidik mempunyai tanggung jawab semenjak dini
Dilansir dari web german-way.com disebutkan bahwa sistem pendidikan mereka tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Amerika Serikat dan Inggris, yaitu menyerahkan kebijakan pada wilayah/district masing-masing.
Selain itu, hari berguru mereka lebih pendek, yaitu 3 hari masuk dalam seminggu, bahkan ada yang 2 hari masuk dalam seminggu. Mereka juga tidak mengenal 'guru pengganti' ketika guru sedang absen. Mereka dibebaskan melaksanakan acara apa saja yang mereka suka di sekolah.
Guru pengganti hanya berlaku bila guru memang sedang berencana bolos dalam jangka waktu yang lama. Siswa Jerman dididik untuk terbiasa mempunyai tanggung jawab terhadap waktu mereka masing-masing. Jika ingin sukses maka manfaatkan waktu sebaik mungkin.
Ternyata hal ini berhasil membawa siswa-siswanya mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi lho!
4. Tidak ada ujian nasional di Kanada!
Kanada tidak melaksanakan Ujian Nasional, bahkan di sana tidak ada Departemen khusus, bahkan tidak ada sistem pendidikan yang diberlakukan secara nasional, termasuk Ujian Nasional.
Pendidikan sepenuhnya diberikan pada budi wilayah/provinsi masing-masing, sehingga tanggung jawab pendidikan ada pada Pemerintah Daerah. Tentu kebijakan sistem pendidikan di satu tempat akan berbeda dengan tempat yang lain, sesuai dengan kearifan lokal/kebutuhan masing-masing daerah. Wah, seru ya!
5. Siswa Jepang selalu didukung untuk bereksplorasi
Meskipun kurikulum di Jepang sering berganti sama halnya dengan di Indonesia, namun guru serta murid selalu kompak dalam melaksanakan acara belajar. Sejak dini, mereka dilatih dan diberi pendidikan abjad yang sangat cukup sehingga nilai-nilai disiplin, berdikari dan bekerja keras sudah tertanam dalam kepribadian mereka masing-masing.
Menginjak taman kanak-kanak, siswa-siswi di Jepang dibiarkan bereksplorasi sesuai dengan minat mereka masing-masing, sehingga mereka berguru dalam keadaan senang dan sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.
Menurut Ahmad Sentosa dalam artikelnya berjudul Kurikulum dan Kompetensi Guru di Jepang bahwa loyalitas pengajar dan siswa di Jepang sangat menentukan keberhasilan pendidikan SDM mereka, meskipun kurikulum mereka juga bongkar-pasang ibarat di Indonesia.
Kita pun niscaya sanggup ibarat negara-negara maju di atas ya. Karena sejatinya Indonesia banyak mempunyai bawah umur bangsa yang potensial, tinggal bagaimana perilaku kita sebagai pelajar atau sebagai pengajar mempunyai akad yang besar lengan berkuasa dan utuh untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Sumber : https://www.idntimes.com